Jumat, 20 Agustus 2010

Sesalkan Kepala Daerah KH Alergi Otokritik

Pernyataan Bupati Kapuas Hulu, Abang Tambul Husin yang menyatakan LSM jangan asal ngomong adalah sebuah indikasi bahwa beliau alergi terhadap otokritik maupun masukan yang selama ini digaungkan oleh berbagai lembaga sosial yang menginginkan kondisi lingkungan untuk tetap lestari. Harusnya sikap alergi seperti ini tidak perlu terjadi dan dialami oleh kepala daerah di alam demokrasi saat ini. Sikap alergi seperti ini tidak hanya disampaikan beliau kali ini saja. Oleh karenanya sangat disayangkan sikap seperti ini. Sebagai kepala daerah yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, selayaknya beliau tidak bersikap terkesan anti kritik seperti ini. Ini jaman demokrasi, bukan monarkhi dan hendaknya dipahami oleh setiap warga dinegeri ini.

Justeru harusnya, pemerintah daerah Kapuas Hulu menjadikan masukan dari masyarakat sebagai ruang untuk mengoreksi diri atas kebijakan yang dilakukan selama ini dengan berkaca realitas dan melihat potensi keterancaman kawasan didaerahnya bila terus dilakukan pembukaan kawasan hutan skala besar yang pada akhirnya akan mengancam tatanan sosial dan ekologi. Disamping itu, apa yang disampaikan NGOs selama ini hanyalah masukan maupun rekomendasi agar pemerintah daerah setempat mengkaji kembali kebijakan perluasan pembukaan kawasan hutan. Hal ini tentunya dilakukan untuk kebaikan dan keberlangsungan lingkungan serta sebagai upaya antisipasi atas bencana sosial dan lingkungan yang mungkin saja terjadi kedepan. Terlebih di Kapuas Hulu saat ini kasawan penting Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) sebagai kawasan penting seluruh warga di Pulau Borneo ini yang perlu dijaga dan diselamatkan. Kawasan TNDS merupakan kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati, penyangga air, sumber hidup dan kehidupan masyarakat disekitarnya.

Masukan yang disampaikan NGOs harusnya dilihat secara positif oleh Kepala Daerah Kapuas Hulu untuk melakukan kajian dan perbaikan kebijakan. Pemerintah daerah yang pro rakyat hendaknya tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi dalam menerima investasi, namun perlulah kiranya memperhatikan aspek sosial, budaya, ada istiadat dan keberlanjutan kondisi ekologi. Dengan dalih kesejahteraan yang disampaikan atas penerimaan investasi oleh pemerintah daerah atas investasi yang diterima menunjukkan bahwa aspek sosial, budaya, adat istiadat serta keberlanjutan ekologi diabaikan. Dengan kondisi yang demikian, saya yakin warga masyarakat memahami apa yang harus dilakukan. Terlebih dengan dipahaminya hutan-tanah-air sebagai ”apotik” dan ”supermarket” warga selama ini, tempat warga menggantungkan hidupnya. Kian rusaknya kondisi lingkungan saat ini terutama sebagai akibat dari kebijakan pembukaan kawasan hutan skala besar untuk perkebunan monokultur misalnya, hendaknya dapat menjadi refleksi dalam menentukan pemimpin yang sungguh-sungguh mau membuka diri atas otokritik, pemimpin yang sungguh-sungguh berpihak pada warganya serta memiliki visi penyelamatan lingkungan. Pembabatan hutan skala besar melalui kebijakan pembukaan perkebunan sawit yang tanpa menyisakan sebatang pohonpun sama artinya dengan menghilangkan fungsi hutan.


Disampaikan oleh:

Hendrikus Adam
Kadiv Riset dan Kampanye Walhi Kalbar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar