Pembangunan dalam pemahaman yang sederhana dapat dimaknai sebagai upaya sadar yang dirumuskan secara terencana dan ditujukan serta berpihak untuk mencapai kemakmuran/kesejahteraan rakyat melalui berbagai bidang kehidupan. Dari pemahaman tersebut sedikitnya ada tiga kata kunci dari istilah dimaksud yakni sadar, dirumuskan terencana dan ditujukan serta berpihak untuk kemakmuran/kesejahteraan rakyat. Pembangunan dalam masyarakat modern sebagai upaya pengembangan kapasitas, perjuangan akses kontrol dan akses terhadap sumber-sumber kehidupan lainnya menjadi kebutuhan penting bagi setiap warga negeri ini. Pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan yang lebih luas menjadi harapan bersama tanpa harus mengambil hak-hak masyarakat dengan cara yang tidak semestinya.
Dalam pembangunan sisi pengembangan perekonomian masyarakat melalui pendekatan pemanfaatan pengelolaan kawasan sumber daya alam, upaya massif pembukaan kawasaan hutan melalui perkebunan monokultur menjadi fenomena di negeri ini. Atas nama pembangunan dengan “rayuan” kesejahteraan, masyarakat seringkali terbuai dan kemudian memilih menyerahkan tanah. Sebaliknya, dalam upaya pengembangan perkebunan sawit, masyarakat seringkali tidak diberi informasi yang utuh mengenai berbagai kemungkinan dan ekses dari sebuah produk pembangunan tersebut. Pentingnya mengedepankan prinsip universal free, prior, informed and consent (FPIC) dengan memberikan informasi yang utuh serta memberikan kemerdekaan bagi masyarakat setempat untuk memutuskan (menerima atau menolak) produk pembangunan seringkali diabaikan. Maka menjadi hal yang wajar kiranya bila untuk kemudian setelah warga menyadari dan kemudian akhirnya “melawan”. Namun celakanya, masyarakat yang demikian seringkali diklaim sebagai pihak yang anti pembangunan. Masyarakat pada prinsipnya memang anti pada produk pembangunan yang menindasmerampas hak dan tidak berpihak pada mereka.
Penerimaan bentuk investasi pembukaan perkebunan monokultur dari catatan yang terjadi di lapangan masih banyak lebih bersifat “formalitas” di alami warga akar rumput. Penerimaan produk pembangunan yang hanya melalui aparatur dan bahkan perangkat adat pada masyarakat lokal tertentu dalam suatu wilayah yang akan dijadikan lokasi perkebunan menjadi fenomena umum. Akibatnya, dampak sosial sebagai konsekuensi logis atas dibukanya lahan/hutan sekitar kawasan kelola warga menjadi fenomena yang justru seringkali menimbulkan konflik dan perlawanan atas akes sumber daya alam di lingkungan warga. Sebagai pihak yang telah mengenali daerahnya sejak lama, warga sering kali menjadi korban dengan lebih banyak menerima dampak negatif yang terjadi dari pada sisi positifnya.
Kebijakan pembangunan bidang perkebunan kelapa sawit yang telah menjadi komoditas primadona bagi rezim pemerintahan hari ini seperti disebutkan seringkali diklaim sebagai upaya untuk memberikan kesejahteraan rakyat. Disamping luasan kawasan hutan yang dimiliki masih menjanjikan, ekspansi massif pembukaan perkebunan skala besar juga dilatarbelakangi dengan adanya ambisi negara melalui kebijakan pemerintah di negeri ini untuk menjadi produsen minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) terbesar dunia. Mimpi tersebut setidaknya telah terwujud dimana tahun 2008, Indonesia tercatat sebagai produsen urutan pertama dunia yang ditandai dengan meningkatnya pruduksi CPO mencapai 19,2 juta ton, sementara Malaysia yang sebelumnya selalu berada pada urutan teratas hanya mencapai 17,8 juta ton CPO (www.indonesia.go.id).
Maraknya ekspansi yang digalakan melalui kebijakan pembangunan bidang perkebunan tanaman monokultur skala besar dalam wilayah nasional memberikan konsekuensi logis terhadap berbagai hutan kawasan kelola masyarakat khususnya di daerah-daerah yang kemudian harus terkena imbasnya karena turut menjadi korban. Bila dibandingkan dengan illegal logging yang juga menggurita sebagai bagian dari persoalan kehutanan sebagai bentuk kejahatan “terorganisir”, pembukaan kawasan secara “legal” melalui pembukaan sawit yang diberi izin oleh pihak terkait justeru lebih dasyat daya rusaknya terhadap keberadaan sumber daya hutan karena dapat menghilangkan segala potensi yang ada yang sama artinya menghilangkan fungsi hutan. Kondisi demikian menggambarkan betapa sangat lemahnya peluang akses dan kontrol masyarakat atas pengelolaan sumber daya alam sebagai organ vital untuk kelangsungan hidup mereka.
Berdasarkan data Pemprop Kalbar melalui dinas terkait, luasan kawasan Kalimantan Barat sebesar 14.680.700 Ha memiliki kawasan Pertanian Lahan Kering (PLK) seluas 6.097.913 Ha atau sebesar 41,54% dari luas wilayah propinsi. Sebesar 3.500.000 Ha diarahkan untuk kawasan dengan komoditi perkebunan (1,5 juta komoditas Sawit).
Dengan berbagai potensi sumber daya alam yang dimiliki penting mendapat perhatian bersama segenap komponen masyarakat. Agenda pembukaan kawasan hutan yang dimiliki daerah ini melalui perkebunan skala besar perlu disikapi bersama, khususnya dalam upaya penyelamatan HUTAN-TANAH-AIR sebagai sumber hidup dan kehidupan masyarakat. Kawasan hutan sebagai “Supermarket dan Apotik” yang telah memberi kontribusi secara turun-temurun bagi keberlangsungan masyarakat dan mutlak mendapat perhatian semua pihak, termasuk perlindungan maksimal oleh negara (pemerintah).
Melakukan analisa (telaah) lebih jauh secara bersama dengan kritis dalam sebuah forum terkait dengan potret terkini mengenai pengembangan perkebunan sawit di Kalimantan Barat menjadi penting sebagai upaya penggalangan gagasan dan transformasi informasi yang terjadi dan dialami warga di lapangan. Sekiranya Seminar Publik; Menelaah Permasalahan Perkebunan Sawit di Kalimantan Barat dapat menjadi media strategis bersama untuk memberikan pemahaman kritis dalam upaya penyelamatan lingkungan dari ancaman bencana sosial dan ancaman bencana ekologis.
Adapun maksud dan tujuan dari Seminar Publik ini adalah : 1) Melakukan sharing dan transpormasi informasi bersama mengenai perkembangan pengelolaan kawasan wilayah Kalimantan Barat yang diperuntukan sebagai kawasan perkebunan kelapa sawit dan sumber kehidupan lainnya, 2) Sharing informasi mengenai dampak sosial-budaya dan menggali alternatif potensi pengelolaan sumber daya alam untuk kehidupan, 3) Melakukan telaah/kajian bersama mengenai kondisi lingkungan dan potensi ancaman perluasan kawasan perkebunan sawit di Kalimantan Barat dan 4) Penguatan peran dan pemahaman warga Kalimantan Barat atas ekspansi massif pembukaan kawasan hutan dalam jumlah besar untuk pembangunan Kebun Sawit.
Sedangkan hasil yang diharapkan dari seminar ini adalah : (1) Adanya informasi yang up to date mengenai permasalahan perkebunan sawit di Kalbar dari para narasumber termasuk juga dari petani sawit, (2) Adanya solusi alternatif dari para narasumber dan peserta mengenai permasalahan yang ada dan (3) Adanya rekomendasi bersama dari hasil seminar untuk menjadi bahan kajian selanjutnya mengenai persoalan sawit di Kalbar.
Kegiatan ini akan diselenggarakan pada hari Rabu, tanggal 12 Mei 2010 bertempat di Gedung Aula Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, Jalan Imam Bonjol, Pontianak akan dihadiri peserta seminar publik ini adalah pihak eksekutif, legislatif, petani sawit, masyarakat ekspanding sawit, NGOs, Akademisi dan Mahasiswa. Adapun narasumber yang direncanakan akan hadir:
1. Abet Nego Tarigan (Sawit Watch), sub tema “OUTLOOK Perkebunan Sawit Internasional, Nasional dan Kalimantan Barat”
2. B. Hendi Candra (WALHI Kalimantan Barat), sub tema “Monokultur Sawit dalam Perspektif di Kalimantan Barat”
3. Kadis Perkebunan Propinsi Kalimantan Barat, sub tema “Kebijakan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalbar”
4. DPRD Propinsi Kalimantan Barat, “Tindakan Politik dalam Menyikapi Permasalahan/kasus-kasus Perkebunan Sawit di Kalbar”
5. Rekonstruksi oleh Sekjen/petani sawit Sanggau/Sekadau, sub tema “Dampak Pembangunan Perkebunan Sawit yang Dirasakan oleh Petani Sawit”
6. Rekonstruksi oleh Masyarakat Ekspanding, sub tema “Dampak yang Dirasakan oleh Masyarakat Lokal Akibat Perluasan Perkebunan Sawit”
Kontak person :
Hendrikus Adam (Kadiv Riset dan Kampanye Walhi Kalbar)
085245251907/085245334206
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar