Jumat, 20 Agustus 2010

Hentikan Pembukaan Kawasan TNDS dari Perluasan Perkebunan Sawit!

Dalam beberapa waktu lalu, media lokal di daerah ini melansir pemberitaan mengenai Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dengan sejumlah potensi peluang maupun ancaman disekitarnya. Danau yang bisa menampung air sebanyak 63 milyar kubik dengan kawasannya yang dikelilingi dengan hutan alami sesungguhnya merupakan maskot yang membanggakan yang dimiliki Kalimantan Barat. Betapa tidak, potensi sumber daya alam dengan keanekaragaman jenis flora-fauna dan fungsi vital yang dimiliki menghantarkan Provinsi Kalimantan Barat khususnya (lebih khusus Kabupaten Kapuas Hulu) dan Indonesia umumnya dapat dikenal secara luas oleh dunia luar (Internasional).

Hadirnya sembilan (9) perusahaan anak dari PT. Sinar Mas Agro Resources & Technology (SMART) Group yang sudah mendapat izin pengelolaan lahan PT Nusantara Mukti Sentosa, PT Bukit Prima Plantindo, PT Aneka Prima Pendopo, PT Plantana Razsindo, PT Setia Arto Mulia, PT Sawit Karunia Seriang, PT Sumber Sawit Sintang, PT Kirana Mega Tara, dan PT Mandala Agrisindo Perkasa sebagaimana disampaikan Kepala Seksi Wilayah II Semitau TNDS (Budi Suryansyah), jelas menimbulkan konsekuensi logis seperti iklim yang tidak kondusif bagi masyarakat dan lingkungan disekitarnya sebagaimana dikhawatirkan berbagai kalangan. Potensi konflik sosial, ancaman ekonomi terhadap masyarakat setempat dan bencana alam sebagaimana dikhawatirkan hendaknya dapat menjadi peringatan khususnya bagi para pengambil kebijakan (Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemkab Kapuas Hulu) untuk sungguh-sungguh memperhatikan ekosistem dan keberadaan TNDS sebagai kawasan penyangga dan sumber air. Tingkat sedimentasi sebesar 25 sentimeter dalam setiap tahun yang disusul dengan hadirnya upaya eksploitasi melalui pembukaan kawasan hutan secara massif disekitar TNDS jelas akan menjadi ancaman/bencana.

Dampak dari upaya eksploitasi massif pembukaan kawasan dengan perkebunan monokultur tersebut bukan hanya bagi TNDS dan sumber daya alam yang ada didalamnya, namun juga bagi seluruh warga Kalimantan Barat khususnya dikawasan hilir Sungai Kapuas mulai dari Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Sekadau, Sanggau, Kubu Raya, Kota Pontianak dan Jungkat di Kabupaten Pontianak. Pembukaan hutan di kawasan penyangga TNDS jelas akan menjadi pemicu lahirnya bencana banjir dan tidak menutup kemungkinan bencana alam dahsyat lainnya terhadap ekosistem dan lingkungan sosial masyarakat.

Penandatanganan oleh Bupati Kapuas Hulu atas persetujuan lahan seluas 300 ribu hektar untuk pembukaan kawasan hutan yang akan digunakan untuk perkebunan sawit hingga akhir tahun 2009 lalu jelas akan menjadi boomerang bagi keberadaan hutan dan kawasan penyangga lainnya (termasuk TNDS) serta akses masyarakat setempat terhadap sumber daya alam yang berada di wilayah Kabupaten seluas 29.850 kilometer persegi itu. Adanya kebijakan pemberian izin yang melegalkan perambahan lahan seluas 300 ribu hektar oleh Pemerintah Daerah setempat sedianya dapat menjadi refleksi dan evaluasi bersama, khususnya mengenai komitmen pemerintah untuk mensejahterakan warganya dengan menjaga eksosistem lingkungan yang berkelanjutan. Disamping itu, statemen Bupati Kapuas Hulu yang terkesan “alergi” ("Kalau ada LSM yang menghasut masyarakat supaya menolak sawit tanpa alasan yang jelas lapor ke pihak kepolisian"/lihat di www.beritadaerah.com) terhadap kampanye sejumlah lembaga sosial masyarakat yang tidak menginginkan ekosistem dan masyarakat sekitar hutan menjadi korban atas perambahan hutan secara massif untuk perkebunan monokultur (sawit), rasanya agak berlebihan dan terkesan “anti kritik”. Sebagai kepala daerah, semestinya nilai-nilai demokrasi dengan membuka diri untuk setiap masukan berbagai pihak hendaknya dibuka lebar. Dengan pembukaan kawasan hutan skala besar disekitar TNDS melalui investasi bidang perkebunan monokultur juga dapat menjadi refleksi bersama mengenai keberpihakan Negara (pemerintah daerah khususnya) terhadap kelestarian TNDS.

Disamping itu, pernyataan Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Barat yang menyatakan belum menerima laporan dari Kabupaten Kapuas Hulu terkait pemberian izin perluasan perkebunan sawit di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum tentunya sangat tidak lazim dan kurang logis. Pernyataan ini setidaknya untuk kemudian dapat memunculkan pertanyaan baru bila memang pihaknya tidak mengetahui hal tersebut sama sekali. Kemungkinan mengenai tidak adanya koordinasi dari Pemkab setempat dengan Disbun Propinsi terkait investasi perkebunan di sekitar kawasan TNDS bisa saja dinilai sebagai sebuah kesalahan, atau mungkinkah ada unsur kesengajaan? Sebaliknya, dalam kasus seperti ini, pihak pemerintah Kalbar melalui instansi terkait (Disbun Kalbar) hendaknya dapat mengambil langkah-langkah kongkrit. Hal ini penting di perjelas untuk memberi pemahaman warga dengan mendudukkan persoalan yang sebenarnya.

Pemerintah Daerah juga hendaknya dapat mengambil pelajaran berharga dari pemutusan kontrak oleh Unilever (sebuah Perusahaan Internasional asal Inggris) terhadap perusahaan Sinar Mas Group (SMART) senilai 20 juta poundsterling per tahun karena dianggap melakukan pengrusakan terhadap lingkungan (penghancuran hutan hujan tropis) khususnya di Kalimantan. TNDS merupakan kawasan penting bagi seluruh warga Kalimantan Barat. Tempat ini membutuhkan sentuhan kasih segenap elemen, dan pemerintah yang Pro Rakyat hendaknya memiliki tanggungjawab untuk menjaga, merawat dan melestarikannya melalui kebijakan yang jelas keberpihakannya terhadap masa depan TNDS dan warga disekitarnya yang mengandalkan kekayaan TNDS sebagai sumber kehidupan. Kebijakan yang pro rakyat dan keberlanjutan TNDS tentu akan mendapat apresiasi yang luas dari warga. Pemerintah hendaknya bersikap tegas. Hentikan eksploitasi kawasan oleh investasi pembukaan hutan melalui perkebunan sawit di TNDS!

*) Disampaikan oleh Hendrikus Adam,
Kepala Divisi Riset dan Kampanye WALHI Kalimantan Barat.

Catatan:
Pernah di Publikasika dalam Majalah Kalimantan Review dan Majalah DUTA KAP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar