Jumat, 20 Agustus 2010

Menanti Kebijakan, Niat Baik dan Tindakan Tegas Penguasa untuk menyelesaikan Kasus Perampasan Hak Warga Semunying Jaya!

Kebijakan pembukaan kawasan hutan skala besar melalui perkebunan kelapa sawit di daerah Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang telah melahirkan konsekuensi logis yang cenderung destruktif bagi warga disekitarnya. Betapa tidak, perusahaan (PT. Ledo Lestari) yang masuk tanpa permisi (tidak ada sosialisasi awal sampai sekarang) kepada warga alih-alih ingin mensejahterakan, namun malah membuat masalah dengan terus membabat hutan adat yang diakui secara turun temurun. Anak perusahaan PT. Duta Palma Nusantara Group ini malah membabat hutan adat dan hutan produksi melalui pembakaran (land cleaning) yang didalamnya terdapat tembawang, tanam tumbuh, kuburan tua, sumber air bersih dihancurkan, situs keramat dan berbagai jenis tanaman lainnya. Bukan hanya itu, perusahaan yang telah habis masa izinnya sejak tahun 2007 ini malah menggunakan tangan aparat (tentara libas) untuk menjaga usahanya.

Sebaliknya, pihak pemerintah daerah setempat (Bupati Bengkayang dan jajarannya) yang harusnya menjadi pihak yang memiliki kompetensi untuk menyelesaikan berbagai kasus dan masalah yang dihadapi warganya di Semunying Jaya justeru tidak ada taring. Pengukuhan yang dilakukan oleh Bupati Bengkayang atas hutan adat pada tanggal 15 Desember 2009 hanyalah acara seremonial belaka. Lihat saja, pasca pengukuhan sejak saat itu hingga sekarang belum ada langkah maju yang lebih baik untuk memberikan rasa keadilan kepada warga dalam menyelesaikan problem yang mereka hadapi. Pengakuan secara legalitas melalui Keputusan Bupati yang diharapkan warga atas tanah adat menghadapi jalan buntu! Sementara pihak PT. Ledo Lestari terus menerus melakukan pembabatan dikawasan hutan sekitar perkampungan warga setempat. Disatu sisi, tentara libas di kawasan tersebut justeru memberikan rasa kurang aman bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Semunying Jaya yang berjuang dengan sadar untuk mempertahankan haknya atas tanah dan lingkungan sekitarnya harus dihadapkan dengan kondisi yang sulit. Kebijakan dan niat baik penguasa untuk menyelesaikan persoalan yang dialami warga Semunying Jaya masih dalam angan. Multi pihak yang berkompeten harus turut andil dalam menyelesaikan kasus ini. Warga Desa Semunying Jaya ingin tetap berdaulat di tanahnya.

Sekilas tentang Semunying Jaya
Desa Semunying Jaya, adalah satu dari enam desa (Sekida, Kumba, Gersik, Semunying Jaya, Jagoi Babang dan Sinar Baru) yang ada di kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Desa Semunying Jaya sendiri merupakan wilayah administratif pemekaran (SK Desa tahun 2004) dari Desa Kumba yang dulunya masuk dalam Kecamatan Seluas, Kabupaten Sambas.

Sebagian besar warganya berdasarkan asal suku berasal dari Dayak Iban, satu-satunya komunitas Dayak yang sejak lama mendiami daerah itu di Kabupaten Bengkayang. Berdasarkan letak geografis, Desa Semunying Jaya berada di kawasan yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia khususnya disekitar area border perbatasan. Desa Semunying Jaya memiliki batas wilayah yang masing-masing (sumber: keterangan Kades Semunying Jaya) diantaranya;

a. Sebelah Barat berbatasan dengan kampung Sentimu atau Desa Aruk di Kecamatan Sajingan.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan dusun Belidak, Desa Sekida (sesudah pemekaran dengan dusun Saparan, Kumba), dan
c. Sebelah Selatan berbatasan Desa Kalon, Kecamatan Seluas.
d. Sebelah Utara berbatasan dengan Sarawak, Malaysia.

Desa Semunying Jaya saat dihuni sekitar ± 93 kepala keluarga dengan jumlah penduduk ± 385 jiwa (tahun 2009) yang tersebar disatu dusun yang terdiri atas dua wilayah Rukun Tetangga (RT) yakni RT 1 di Pareh, RT II di Semunying Bungkang, RW Bejuan Km 31. Sebagaimana aktivitas keseharian warga perbatasan, mata pencaharian warga di Desa Semunying Jaya adalah sebagai petani (berladang), bersawah, peyadap karet dan berkebun. Karena letaknya berada di sekitar perbatasan, menjadikan desa ini begitu strategis. Potensi sumber daya alam berupa hasil hutan (sumber obat-obatan, rempah, kayu, rotan) dan produksi karet alam cukup menjanjikan.

Wilayah desa ini termasuk dalam kategori kawasan perbatasan. Dimana sebagaimana diketahui, pemerintah saat ini tengah berusaha melakukan upaya proteksi terhadap wilayah sepanjang perbatasan Sarawak dengan akan dan telah membangun pos pemeriksaan lintas batas (PPLB) yang untuk saat ini masing-masing berada di daerah; Entikong (Kab. Sanggau), Aruk-Sajingan (Kab. Sambas), Jagoi Babang (Kab. Bengkayang), Puring Kencana - Jasa (Kab. Sintang), dan Nanga Badau (Kab. Kapuas Hulu).

Bagaimana Konsesi PT. Ledo Lestari?
Pembukaan hutan kawasan sepanjang perbatasan di daerah kabupaten Bengkayang dan sekitarnya pada awalnya merupakan bekas wilayah konsesinya PT. Yayasan Maju Kerja/Yamaker Kalbar Jaya yang beroperasi sekitar tahun 1980 hingga tahun 1990an. Sejak tahun 1980an tersebut, pihak PT. Yamaker yang merupakan sebuah perusahaan konsesi penebangan kayu dibawah kepemilikan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menebang hutan tanpa persetujuan masyarakat disekitarnya.

Berakhirnya masa konsesi oleh PT. Yamaker diteruskan oleh perusahaan milik negara yakni Perum Perhutani yang beroperasi antara tahun 1998 hingga 2000 yang turut memperparah kerusakan pada tanah dan kawasan hutan ulayat masyarakat adat setempat. Selanjutnya tahun 2001 diteruskan oleh PT. Lundu, sebuah perusahaan pengergajian (Saw mill) asal Malaysia yang melakukan penebangan hutan secara illegal di wilayah kawasan perbatasan Indonesia.

Namun kemudian sejak tahun 2002 PT. Agung Multi Perkasa (AMP), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit mendapatkan izin usaha oleh pemerintah daerah di wilayah tersebut. Dengan dasar ijin yang dikantongi, PT. AMP melakukan eksploitasi atas hutan adat masyarakat. Selama beroperasi, perusahaan ini tidak memanfaatkan kepercayaan yang diberikan dengan baik. Selama dua tahun berjalan, perusahaan hanya mengambil dan mengeksploitasi kayu seluas ± 4.000 ha saat itu. Pihak perusahaan malah menebang kayu secara illegal di hutan adat, sementara hasilnya dijual melintasi perbatasan ke Malaysia yang juga dilakukan secara illegal. Akibat ulah yang hanya mengambil keuntungan sepihak tersebut, maka ijin perusahan diberhentikan oleh pemerintah daerah setempat. Izin awal untuk membangun perkebunan sawit seluas 20.000 hektar selanjutnya dialihkan kepada PT. Ledo Lestari, sebuah anak perusahaan dari Duta Palma Nusantara Group sejak tahun 2004.

PT. Ledo Lestari dalam proses operasionalnya mengantongi izin dari Pemda Bengkayang seluas 20.000 ha. Selanjutnya, ijin usaha perkebunan berdasarkan surat Bupati Bengkayang bernomor No.525/1270/HB/2004 baru diterbitkan tertanggal 17 Desember 2004, yang kemudian ditetapkan melalui keputusan Bupati Bengkayang No. 13/IL-BPN/BKY/2004 tertanggal 20 Desember 2004 tentang pemberian ijin lokasi untuk perkebunan sawit kepada pihak PT . Ledo Lestari seluas 20.000 ha.

Masuknya PT. Ledo Lestari di Desa Semunying Jaya yang mulai beroperasi sejak tahun 2005 berdasarkan keterangan masyarakat setempat tidak pernah melakukan sosialisasi atau pemberitahuan (koordinasi) kepada warga. Pihak perusahaan menggusur kebun masyarakat dan menebangi hutan rawa gambut serta menebangi hutan alam tropis yang oleh masyarakat dijadikan sebagai hutan adat.

Kegiatan pembukaan lahan sampai saat ini masih berlangsung meskipun mendapat perlawanan dari masyarakat Semunying Jaya. Selama dua tahun anak perusahaan Duta Palma Group ini tidak mengantongi ijin, namun tetap melakukan aktifitas sebagaimana biasanya dengan terus melakukan ekspansi perluasan lahan. Kegiatan illegal selama dua tahun terakhir (berdasarkan surat Bupati tahun 2009) tersebut ditegaskan dalam surat teguran Pemerintah Daerah Bengkayang, bahwa PT. Ledo Lestari sejak 2007 telah habis masa perijinannya. Namun demikian, perusahaan ini terus melakukan ekspansi.
Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Azasi Manusia Kalimantan Barat saat itu menjelaskan, berdasarkan hasil pertemuan pihaknya dengan jajaran Pemda Bengkayang, bahwa izin lokasi PT Ledo Lestari seluas 19.929,8 hektare telah habis pada 20 Desember 2007. Segala kegiatan setelah tanggal tersebut menurutnya (Purwanto) diduga ilegal dan harus diproses secara hukum. Ia menambahkan, kinerja dan kewajiban PT Ledo Lestari harus dievaluasi karena diduga mengakibatkan pelanggaran HAM di antaranya hak untuk hidup, hak atas tanah, hak atas rasa aman, hak atas kebutuhan mendasar dan hak masyarakat adat yang seharusnya dilindungi negara (Borneo Tribune, 1/9/2009).

Mengutip Pasal 6 ayat (1) UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM meminta perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah. Selain itu, tanah dan hutan adat Desa Semunying Jaya perlu segera dikukuhnya untuk melindungi eksistensi dan penghidupan masyarakat adat. Kemudian sumber air, tanam tumbuh, areal ladang dan persawahan, hutan adat dan lainnya yang telah digusur harus diganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat Desa Semunying Jaya. Komnas HAM juga meminta Badan Pertanahan Nasional untuk mengkaji ulang kelayakan pemberian Hak Guna Usaha PT Ledo Lestari sampai konflik dengan masyarakat adat Desa Semunying Jaya tuntas.

PT. Ledo Lestari juga sebagai salah satu dari sekian banyak perusahaan perkebunan sawit di kawasan sepanjang perbatasan yang tidak memiliki ijin pemanfaatan kayu (IPK). Hingga saat ini (berdasarkan pemberitaan RRI Pontianak 16 September 2009) bahwa perusahaan yang beroperasi DI Bengkayang sebagian besar belum memiliki IPK, termasuk PT. Ledo Lestari. Kehadiran PT. Ledo Lestari sejak awal telah ditolak warga.

Perjuangan warga Semunying sungguh panjang. "Segala daya upaya telah kami lakukan. Sudah habis kemampuan dan kesabaran kami. Kepada siapa lagi kami harus mengadukan nasib kami," urai Momonus (Kades Semunying Jaya) dan Ketua BPD Nur Rusmanto.
Berdasarkan catatan kronologis yang dihimpun penulis, dinamika respon masyarakat dan proses masuknya PT. Ledo Lestari di Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang adalah sebagai berikut;

a. Pada tahun 2004, PT. Ledo Lestari mendapat ijin lokasi eks konsesi PT. AMP dari Bupati Bengkayang dengan surat bernomor 13/IL-BPN/BKY/2004 tertanggal 20 Desember 2004 seluas 20.000 ha.
b. Pada Maret 2005, PT. Ledo Lestari mengangkut alat-alat berat ke lokasi tanpa ada satupun proses pertemuan yang dilakukan bersama masyarakat.
c. Pada Juli 2005, perkebunan karet masyarakat dibabat bersamaan dengan pembukaan jalan menuju lokasi perkebunan. Warga setempat melakukan protes dan mengajukan denda adat, namun tidak direspon pihak perusahaan. Akibatnya, warga menahan sepeda motor milik perusahaan (Pak Idris, staf Perusahaan) dan menyampaikan aspirasi dihadapan polisi.
d. Pada Agustus 2005, PT. Ledo Lestari mulai menggusur lahan di Desa Semunying Jaya, termasuk hutan primer yang dilindungi masyarakat selama turun temurun berupa hutan alam karet, aset tembawang dan pertanian, hutan sekunder dan hutan keramat yang memiliki signifikansi spiritual bagi masyarakat. Upaya masyarakat tidak berhasil meski terus melakukan perlawanan dengan menyampaikan aspirasi ke berbagai pihak terkait. Pihak perusahan terus menggunduli hutan tanpa mendapatkan ijin pemanfaatan kayu (IPK).
e. Pada 12 Desember 2005, masyarakat menyita alat berat penggali merek komatsu dan enam mesin gergaji stihl (chainsaw) dengan maksud untuk menghentikan penebangan hutan yang terus dilakukan pihak perusahaan. Masyarakat kemudian mengundang manager perusahaan (Muslimin) dalam sebuah pertemuan untuk berdiskusi meminta keterangan pihak perusahaan.
f. Tanggal 22 Desember 2005 masyarakat membuat pernyataan sikap yang mengutuk keras PT LL yang telah melakukan pembabatan hutan, menolak PT. LL serta menuntut ganti rugi Rp.200 miliar. Pernyataan itu diteken Kades, temenggung adat, ketua BPD dan 107 orang warganya.
g. Akibat penahanan alat berat perusahaan tersebut, Kepala Desa Semunying Jaya Momonus (40 tahun) dan Wakil Ketua BPD Jamaludin (48 tahun), tanggal 23 Januari 2006 dikrimininalisasikan oleh Polres Bengkayang sebagai tersangka dalam perkara pidana pemerasan, pengancaman dan perampasan (Pasal 368 dan atau 369 KUHP). Momonus dan Jamaludin pun mendekam di tahanan (penjara) Polres selama Sembilan hari. Antara tanggal 30 Januari hingga 7 Februari 2006. Disamping itu, selama 20 hari keduanya dijadikan tahanan kota (tidak boleh keluar kota Bengkayang) oleh pihak Polres Bengkayang.
h. Diwakili kepala desa dan pengurus BPD mereka menemui instansi terkait, pada tanggal 6 Januari 2006 dilakukan dialog dengan Tim Pembina Pembangunan Perkebunan Kabupaten (TP3K) diketuai Jonatan Peno yang juga Ketua Bappeda. Disepakati dalam pertemuan itu bahwa masyarakat menolak PT LL, lahan yang sudah dibuka harus dihijaukan dan pelanggaran adat harus dibayarkan.
i. Bulan Februari 2006, masyarakat Desa mengeluarkan deklarasi yang menyatakan; ”Masyarakat Semunying Jaya menuntut penghormatan atas tanah kami yang berdaulat, perlindungan sumber daya air dan hutan. Seperti yang kami informasikan, kami masih menolak perkebunan kelapa sawit di wilayah kami dalam bentuk apapun”. Perkebunan sawit dinilai telah menyebabkan konflik antar masyarakat.
j. Pada 7 Februari 2006, Perwakilan Masyarakat Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang yang terdiri dari; Aliansi masyarakat Adat (AMA) Kalimantan Barat, Jaringan Nasional Penyelamat Jantung Borneo (JN-PJB), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Barat, Konsorsium Anti Illegal Logging (KAIL), Lembaga Bela Benua Talino (LBBT), Persatuan Dayak (PD), Yayasan Titian, Perkumpulan Penggiat Media Berbasis Masyarakat Adat (Perkumpulan PENA), menyurati Gubernur Kalimantan Barat untuk: a) menghentikan proses permohonan rekomendasi/persetujuan prinsip dari Gubernur Kalbar (saat itu Usman Ja’far) dalam rangka pemberian IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) yang diajukan oleh PT. Ledo Lestari, karena fakta yang terjadi adalah, pihak PT. Ledo Lestari telah melanggar SK Menteri Kehutanan No. 382/Menhut-II/2004 tentang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan melakukan penebangan sebelum IPK terbit. b) mengabaikan pertimbangan teknis yang diberikan oleh Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Barat karena kami yakin di dalam membuat pertimbangan teknis tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Barat tidak memahami persoalan Kehutanan terutama yang menyangkut aktifitas perusahaan PT. Ledo Lestari yang telah melakukan penebangan sebelum IPK di terbitkan oleh pejabat berwenang. Surat yang ditebuskan hingga ke Presiden ini ditandatangani masing-masing oleh; Nuh Rusmanto (Wakil Masyarakat Desa Semunying Jaya), Mina Susana Setra (Sekretaris Jendral AMA Kalbar), Yohanes RJ (Direktur Eksekutif Walhi Kalbar), Heappy Hendrawan (Koordinator KAIL), Aquino Ceger (Sekretaris Jendral Persatuan Dayak), Redo (Yayasan Titian), Concordius Kanyan (Direktur LBBT), Yohanes Janting (Koordinator JN-PJB), Erma Suryani Ranik (Direktur PENA).
k. Selama periode 2006-2007, PT. Ledo Lestari telah menggunduli hutan adat masyarakat seluas 100 hektar. Dan hingga 2010 hutan adat tersebut telah habis digarap pihak Perusahaan hingga 800 Haa yang telah ditanami dari luas areal tanah adat 1420 Ha.
l. Pada awal tahun 2007, meskipun terjadi protes dan intervensi dari masyarakat, pihak PT. Ledo Lestari terus menebangi hutan di Semunying Jaya. Sejak penahanan dua orang warga Desa Semunying Jaya, masyarakat merasa trauma dan takut untuk ditahan serta takut diintimidasi. Mereka juga tidak tahu langkah yang mesti diambil untuk melindungi diri.
m. Februari 2007 warga didampingi WALHI Kalbar dan AMAN Kalbar menyampaikan pengaduan ke Komnas HAM RI dan Komnas HAM Perwakilan Kalbar. Tindakan PT Ledo Lestari yang diadukan adalah pemaksaan dan perampasan tanah, tanam tumbuh digusur tanpa ganti rugi, tidak pernah ada sosialisasi, tidak menghargai adat budaya masyarakat, ada intimidasi oleh aparat keamanan.
n. Tanggal 21 November 2008, Warga Semunying Jaya melaporkan praktek pembalakan liar yang terjadi di wilayah hutan adat oleh PT. Ledo Lestari. Dalam laporan yang disampaikan ke Kepolisian Daerah Kalbar (diterima langsung oleh Brigjen Nanan Sukarna, Kapolda Kalbar saat itu), warga menyebutkan adanya praktek penyelundupan kayu olahan hasil tebangan liar ke Malaysia.
o. Pada Tanggal 12 Juni 2009, Bupati Bengkayang melalui surat dinas bernomor 400/0528/BPN/VI/2009 (tertanggal 12 Juni 2009) menyurati Direktur Utama PT Ledo Lestari yang menyatakan bahwa izin lokasi PT Ledo Lestari sesuai SK Bupati Bengkayang No.13/II-BPN/BKY/2004 tertanggal 20 Desember 2004 telah berakhir sejak tanggal 20 Desember 2007. Artinya bahwa selama dua tahun berjalan (saat itu), perusahaan ini terus melakukan ekspansi secara illegal (merambah hutan) dan secara sengaja melanggar hukum. Namun demikian, menurut masyarakat Desa Semunying, pembukaan lahan dan penanaman sawit masih terus dilakukan oleh PT. Ledo Lestari sejak Ijin Lokasi berakhir sampai saat ini, bahkan diperkirakan melebihi luas Ijin Lokasi yang diberikan seluas 19.929,8 Ha.
p. Pada tanggal 14 sampai dengan 17 Agustus 2009, Komnas HAM (Perwakilan Kalbar dan Komnas HAM Puasat) menindaklanjuti pengaduan Warga Semunying dan WALHI Kalbar dengan melakukan fungsi pemantauan dan hadir langsung di Desa Semunying Jaya.
q. Tanggal 16 Agustus 2009, bertempat di Mess Pemda Bengkayang di Bengkayang dilakukan pertemuan antara Komnas HAM dan Pemerintah Daerah Bengkayang yang menemukan fakta mengenai perizinan perusahaan yang telah kadaluarsa.
r. Tanggal 29 Agustus 2009, warga kembali melakukan aksi penahanan 2 buah eksavator dan 6 buah mesin chainsaw sebagai reaksi atas ulah ingkar janji pihak perusahaan yang terus melakukan ekspansi. Upaya ini juga sebagai bentuk sikap konsisten warga menolak keberadaan perusahaan sawit yang terus melakukan perambahan hutan di daerahnya.
s. Tanggal 31 Agustus 2009, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI melalui surat bernomor 2.696/K/PMT/VIII/2009 perihal Permintaan untuk melaksanakan rekomendasi atas dugaan pelanggaran HAM oleh PT. Ledo Lestari terhadap masyarakat Desa Semunying Jaya yang ditandatangani oleh Johny Nelson Simanjuntak (Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan), menyurati Bupati Bengkayang.

Kondisi Kini

Sebagai tindak lanjut dari surat teguran Komnas HAM RI tersebut, Bupati Bengkayang kemudian berinisiatif melakukan pengukuhan terhadap Hutan Adat warga Semunying Jaya tepatnya tanggal 15 Desember 2009 yang dihadiri oleh semua pihak (kecuali pihak perusahaan). Tanah Adat Semunying Kolam saat itu dikukuhkan dan diwarnai dengan acara ritual adat, penandatanganan prasasti oleh Bupati Bengkayang Drs. Jacobus Luna, M.Si (tanpa tanggal) dan pemasangan plang nama kasawan.
Namun demikian pengukuhan yang sedianya diikuti dengan pembuatan Surat Keputusan (SK) mengenai tanah warga tidak kunjung tiba. Warga terus bersabar, karena sebelumnya telah dijanjikan oleh pihak Pemda setempat untuk dikeluarkan melalui surat keputusan Bupati. Alhasil hingga saat ini, surat tersebut belum diterima warga (Pemda terkesan mengulur waktu).
Disaat warga sedang menanti SK dan meskipun telah dikukuhkan, pihak perusahaan masih saja melakukan aktifitas pembukaan kawasan hutan pada hal sebelumnya Pemda setempat (setelah mendapat pengaduan warga) telah mengingatkan pihak perusahaan untuk tidak melakukan aktifitas sebelum persoalan yang dihadapi warga Semunying Jaya diselesaikan (sambil menunggu terbitnya SK pengukuhan kawasan adat). Berdasarkan keterangan Kadishutbun Bengkayang, Supriyadi bahwa SK pengukuhan tanah adat materinya malah pengukuhan tentang Hutan Perbanyakan Benih. Dimana surat tersebut yang sedianya ditandatangani Bupati masih belum bisa, karena menurutnya harus dilampiri peta kawasan. Atas kondisi ini, Bupati melalui Dishutbun Bengkayang bersama instansi terkait dan warga setempat akhirnya melakukan pemetaan ulang (pemetaan sebelumnya dilakukan oleh Walhi Kalbar). Namun demikian, pihak perusahaan menyatakan tidak akan mengakui peta yang telah dibuat karena dianggap tanpa melibatkan mereka. Bahkan pihak perusahaan menyatakan bahwa warga Desa Semunying telah ”dikelabui” oleh Bupati Bengkayang melalui pengukuhan atas tanah adat. Warga selanjutnya menyampaikan statemen dimaksud kepada Bupati dan kemudian dibalas Bupati : ”buat apa saya sebagai pemerintah membohongi warga”.
Warning yang diberikan pihak pemerintah daerah tidak digubris pihak perusahaan, apa lagi desakan aspirasi yang disampaikan warga. Malah pihak perusahaan menggunakan jasa aparat (tentara Libas di sekitar perbatasan) untuk menjaga usahanya. Bahkan besadarkan keterangan warga di Semunying Jaya, pihak aparat disatu sisi justeru terlibat dalam kegiatan praktek illegal logging serta melakukan intimidasi kepada warga.
Dari luasan hutan adat 1420 Ha, 800 Ha nya telah digarap dan ditanam pihak perusahaan. Sikap Bupati yang tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada dianggap warga telah melecehkan mereka. Saat ini warga memblokir kawasan tanah adat dan menjaga kawasan tersebut setiap hari. Tanggal 20 April 2010 warga menyampaikan 4 poin tuntutan sebagai hasil hasil pertemuan warga yang dilakukan tanggal 16 April 2010 di balai Desa Semunying Jaya diantaranya; 1) masyarakat Semunying Jaya tetap komitmen mempertahankan tanah adat Gunung Semunying Kolam yang telah dikukuhkan oleh Bupati Berngkayang tanggal 15 Desember 2009, 2) Semua bentuk kegiatan dilokasi tanah adat harus dihentikian, 3) Tanah/lahan yang digarap secara paksan tanpa sepengetahuan oleh pemilik lahan harus diganti untung secepatnya dan masyarakat tidak mau menyerahkan lahannya tersebut, 4) jangan ada lagi bentuk perampasan hak atas tanah adat atau lahan masyarakat di wilayah Desa Semunying Jaya atau memperluas lahan baru, 5) Masyarakat mau 'menerima' kebun sawit dengan catatan; diluar kawasan hutan adat. Bukan hanya ini, warga juga hingga kini telah dan selalu melakukan koordinasi dan bahkan menyampaikan pengaduan kepada berbagai pihak (Pemda Kabupaten, Pemda Propinsi, Kepolisian dan bahkan Pemerintah Pusat).

Rekomendasi

Dari deretan catatan sebagaimana telah diuraikan diatas, jelas sudah bahwa kondisi warga Semunying Jaya hari ini masih dalam masalah. Pihak pemerintah pun dengan kondisi demikian terkesan plin-plan dan tidak ada taring. Padahal bila meruntut alur dan jalan prosesnya, posisi warga mempertahankan hak nya atas tanah adat yang diusahakan sejak turun temurun cukup mendasar. Ditengah ketidakadaan niat baik pihak perusahaan dan sikap pemerintah yang belum dapat memberikan solusi bagi warga Semunying Jaya, maka kami mengajukan sejumlah rekomendasi bagi pembuat kebijakan dan berbagai pihak agar:
1. Mendesak pemerintah Daerah Bengkayang (Bupati beserta jajarannya) segera menyelesaikan persoalan yang dihadapi warga Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang.
2. Agar pihak aparat yang berwewenang memantau dan menarik personilnya yang melakukan pengamanan karena telah meresahkan masyarakat.
3. Agar berbagai pihak mengakui kedaulatan masyarakat adat di Desa Semunying Jaya atas tanah yang mereka kelola secara turun temurun.
4. Agar berbagai pihak (Kepolisian, Instansi terkait di daerah hingga pusat, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Daerah dan Pusat) melakukan pemantauan dan tindakan tegas untuk memperjaungkan rasa keadilan atas kondisi yang dialami warga Semunying Jaya.
5. Agar pihak terkait yang berwenang tidak mengeluarkan (tidak memproses) berbagai bentuk legalitas dalam bentuk kelengkapan administrasi yang dilakukan oleh PT. Ledo Lestari seperti permohonan sertifikat HGU dan dokumen sejenisnya.



Pontianak, 24 April 2010


Walhi Kalimantan Barat
Warga Desa Semunying Jaya
Pemerintah Desa Semunying Jaya

1 komentar: