Jumat, 20 Agustus 2010

Cerita Perih dari Kalbar; Ada Illegal Logging di kawasan Perbatasan

Kebijakan pembukaan kawasan hutan skala besar melalui perkebunan kelapa sawit di Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang telah melahirkan konsekuensi logis yang destruktif bagi warga disekitarnya. Perusahaan (PT. Ledo Lestari) yang masuk tanpa permisi (tidak pernah melakukan sosialisasi) kepada warga alih-alih ingin mensejahterakan, namun malah membuat masalah dengan terus membabat hutan adat yang diakui warga secara turun temurun. Anak perusahaan PT. Duta Palma Nusantara Group ini malah membabat hutan adat dan hutan produksi melalui pembakaran (land cleaning) yang didalamnya terdapat tembawang, tanam tumbuh, kuburan tua, sumber air bersih dihancurkan, situs keramat dan berbagai jenis tanaman lainnya. Bukan hanya itu, perusahaan yang telah habis masa izinnya sejak tahun Desember 2007 ini malah menggunakan tangan aparat (tentara Lintas Batas/Libas) untuk menjaga usahanya yang membuahkan rasa trauma bagi warga.

Sebaliknya, pihak pemerintah daerah setempat (Bupati Bengkayang dan jajarannya) yang seharusnya menjadi pihak yang dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi warganya di Semunying Jaya, justeru tidak ada taring. Pengukuhan yang dilakukanoleh Bupati Bengkayang atas hutan adat pada tanggal 15 Desember 2009 hanyalah acara seremonial belaka. Lihat saja, pasca pengukuhan sejak saat itu hingga sekarang belum ada langkah maju yang lebih baik untuk memberikan penyelesaian rasa keadilan kepada warga dalam menyelesaikan problem yang mereka hadapi. Pengakuan secara legalitas melalui Keputusan Bupati yang diharapkan warga atas tanah adat menghadapi jalan buntu! Sementara pihak PT. Ledo Lestari terus menerus melakukan pembabatan dikawasan hutan sekitar perkampungan warga setempat. Disatu sisi, tentara Libas di kawasan tersebut justeru memberikan rasa kurangaman bagi masyarakat.

Salah satu persoalan yang terjadi di daerah kawasan perbatasan ini adalah terjadinya praktek ILLEGAL LOGGING (disamping perampasan tanah warga untuk perkebunan skala besar). Aktifitas ini malah melibatkan oknum TNI yang mengaku sebagai "Tentara Kebun". Praktek seperti ini pernah dilaporkan warga Semunying Jaya kepada multi pihak termasuk pimpinan aparat keamanan di Ibu Kota Negara sejak Februari 2010 silam, namun hingga kini masih belum ada tindak lanjut. Adapun modus ILLEGAL LOGGING ini dilakukan dengan cara menebang kayu di hutan adat warga yang selanjutnya menjual (membawa) kayu tersebut ke Malaysia dan di daerah Sambas.

Pengirimannya melalui jalur darat di kawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia. Kayu ILLOG tersebut juga digunakan untuk pembangunan Camp PT. Ledo Lestari. Dampak lain dari kegiatan ini adalah rusaknya kawasan hutan, hilangnya kayu tegakan disekitar kawasan dan dengan "pencurian" kayu tersebut juga turut mengurangi potensi sumber daya alam masyarakat. Salah satu oknum aparat TNI yang dianggap terlibat adalah Alang Abdulah Semangi dari satuan 642 berpangkat kopral.

Pembukaan hutan kawasan sepanjang perbatasan di daerah kabupaten Bengkayang dan sekitarnya pada awalnya merupakan bekas wilayah konsesinya PT. Yayasan Maju Kerja/Yamaker Kalbar Jaya yang beroperasi sekitar tahun 1980 hingga tahun 1990an. Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan konsesi penebangan kayu dibawah kepemilikan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Setelah YAMAKER diteruskan oleh perusahaan milik negara yakni Perum Perhutani yang beroperasi antara tahun 1998 hingga 2000 yang turut memperparah kerusakan pada tanah dan kawasan hutan ulayat masyarakat adat setempat. Selanjutnya tahun 2001 diteruskan oleh PT. Lundu, sebuah perusahaan pengergajian (saw mill) asal Malaysia yang melakukan penebangan hutan secara illegal di wilayah kawasan perbatasan Indonesia. Sejak tahun 2002 PT. Agung MultiPerkasa (AMP), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit mendapatkan izin usaha mengambil alih pengelolaan kawasan tersebut. PT. AMP melakukan eksploitasi atas hutan adat masyarakat dan malah menebang kayu secara illegal di hutan adat, sementara hasilnya dijual melintasi perbatasan ke Malaysia yang juga dilakukan secara illegal. Akibat ulah yang hanya mengambil keuntungan sepihak tersebut, maka izin perusahan diberhentikan oleh pemerintah daerah setempat. Izin awal untuk membangun perkebunan sawit seluas 20.000 hektar selanjutnya dialihkan kepada PT. Ledo Lestari, sebuah anak perusahaan dari Duta Palma Nusantara Group yang mendapat izin sejak tahun 2004 dan baru mulai beroperasi pada Maret 2005. PT. Ledo Lestari dalam proses operasionalnya mengantongi izin dari Pemda Bengkayang seluas 20.000 ha. Selanjutnya, ijin usaha perkebunan berdasarkan surat Bupati Bengkayang bernomor No.525/1270/HB/2004 baru diterbitkan tertanggal 17 Desember2004, yang kemudian ditetapkan melalui keputusan Bupati Bengkayang No.13/IL-BPN/BKY/2004 tertanggal 20 Desember 2004 tentang pemberian izin lokasi untuk perkebunan sawit kepada pihak PT . Ledo Lestari seluas 20.000 ha. Sejak 20 Desember 2007, masa izin PT. Ledo Lestari dinyatakan telah berakhir oleh Pemda Bengkayang. Namun demikian, perusahaan ini tetap melakukan operasi hingga saat ini.
Dalam kaitannya dengan kasus ILLOG yang masih terjadi di kawasan perbatasan, tidak terlepas dari peran serta pihak keamanan. Tentu sangat dilematis. Hadirnya pihak keamanan melakukan penjagaan di kawasan perbatasan harusnya dapat meminimalisir tindak kejahatan kehutanan (penyelundupan), namun kenyataannya tidak demikiandan bahkan ada oknum yang turut terlibat.

Kondisi masyarakat Semunying Jaya yang berjuangdengan sadar untuk mempertahankan haknya atas tanah dan lingkungan sekitarnya harus dihadapkan dengan kondisi yang sulit. Kebijakan dan niat baik penguasa untuk menyelesaikan persoalan yang dialami warga Semunying Jaya masih dalam angan. Multi pihak yang berkompeten harus turut andil dalam menyelesaikan kasus ini. Warga Desa Semunying Jaya ingin tetap berdaulat di tanahnya. Sebagaimana masyarakat kampung pada umumnya (khususnya Dayak), warga Semunying Jaya yang sebagian besar Suku Iban menjadikan hutan-tanah-air sebagai "apotik" dan "supermarket" untuk kelangsungan hidup dan kehidupannya. Kehidupan warga di pedalaman Kalbar umumnya tidak dapat terpisahkan dari hutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar