Jumat, 20 Agustus 2010

Pangkas Rezim Anti Air!!!

Tanggal 22 Maret 1992 melalui Sidang Umum PBB ke 47 di Rio de Jeneiro Brasil tercetus peristiwa dimana AIR diputuskan sebagai topik peringatan tersendiri dalam sebuah moment penting itu. Peristiwa dimana para pihak telah melihat bahwa air memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari air. Bukan hanya untuk keperluan kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum, cuci, mandi dan berbagai keperluan rumah tangga lainnya. Air dalam debit yang banyak (sungai) juga merupakan suatu kesatuan kawasan yang menjadi “rumah” bagi setiap makhluk hidup yang tinggal didalamnya dan jalur lalu lintas bagi setiap aktivitas sosial masyarakat.

Pentingnya peran dan fungsi air dalam kehidupan menjadi perhatian banyak kalangan. Pengaturan atas sumber-sumber air yang tersimpan di alam melalui produk perundang-undangan hingga proses privatisasi menjadi hal yang tidak asing. Kita misalnya, dengan gampang menemukan bagaimana privatisasi produk minuman seperti jenis aqua, galon dan lainnya yang diambil langsung ke sumber-sumber mata air. Beberawa kawasan sumber air didaerah ini dikuasai oleh pemilik modal. Sementara masyarakat setempat menjadi penonton.

Hal menarik lainnya adalah fenomena dimana hutan sebagai kawasan penyangga dan penyimpan sejumlah besar air kini sedang mengalami degradasi. Mengalami keterancaman. Pembukaan kawasan hutan skala besar melalui perkebunan sawit, sebuah kebijakan pembangunan berdalih “kesejahteraan” turut menambah kian menyempitnya akses rakyat terhadap air bersih. Hal ini juga diperparah dengan pencemaran air oleh zat kimia (air raksa) melalui aktivitas pertambangan emas yang mengalir dan menyatu hingga ke sungai warga.

Gambaran kondisi demikian mencerminkan, betapa air (bersih) yang merupakan sumber hidup dan kehidupan yang akan menjadi persoalan serius. Lebih serius lagi dampak bersar dari air yang berlimpah dalam bentuk banjir besar. Beberapa waktu lalu, kita telah menyaksikan kondisi tersebut terjadi meskipun tidak seperti pada musim biasanya. Salah satu persoalannya adalah, kawasan tutupan hutan di daerah ini yang harusnya menjadi penyangga kian terkikis keberadaannya.

Pembukaan kawasan hutan skala besar tentunya tidak terlepas dari kebijakan rezim yang hari ini memimpin negeri ini. Rezim pemerintahan pusat, daerah, dan kabupaten seharusnya dapat digawangi kebijakannya oleh para “wakil rakyat” melalui fungsi pengawasan yang dimiliki. Akses dan kontrol masyarakat terhadap sumber daya alam penting mendapat perhatian kalangan elits. Kebijakan pembangunan yang mengabaikan hak-hak warga, akan menjadi persoalan. Perhatian pemerintah dan para elit terhadap keberadaan sumber air dengan menjaga kawasan-kawasan penting penyangga air, harus dilakukan. Satu diantara kawasan penting di Kalbar adalah Taman Nasional Danau Sentarum yang kini dikelilingi perkebunan sawit yang membuka kawasan hutan di sekitar daerah lahan basah tersebut. Bila kegiatan perambahan terus dilakukan, bersiaplah untuk menerima konsekuensinya. Maka dari itu, serukan penyelamatan terhadap kawasan tersebut.

Momentum pilkada di enam kabupaten Kalimantan Barat, hendaknya dapat menjadi catatan bagi setiap warga untuk menentukan pilihan yang tepat. Visi penyelamatan Lingkungan yang disertai kesungguhan melalui agenda kampanye yang dilakukan hendaknya sungguh-sungguh diamati. Momentum ini juga menjadi kesempatan bagi warga yang pro terhadap keberadaan hutan-tanah-air yang merupakan “supermarket dan apotik” untuk memilih pemimpin yang sungguh-sungguh mau berjuang bersama warga. Selamat hari AIR 22 Maret 2010. Saatnya, Pangkas Rezim Anti Air!!!

Hendrikus Adam,
Kadiv Riset dan Kampanye Walhi Kalimantan Barat

Catatan:
Pernah di Muat dalam Harian Pontianak Post, Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar